Selasa, 22 Maret 2011

hukum menurut aristoteles

ARISTOTELES, merumuskan Negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegara yang baik. Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negaranya .maka menurutnya yang memerintah Negara bukanlah manusia melainkan “pikiran yang adil”. Penguasa hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja.
Ditinjau dari sudut sejarah, pengertian Negara hukum berbeda-beda diantaranya :
Negara Hukum Eropa Kontinental
Negara Hukum Eropa Kontinental ini dipelopori oleh Immanuel Kant. Tujuan Negara hukum menurut Kant adalah menjamin kedudukan hukum dari individu-individu dalam masyarakat. Konsep Negara hukum ini dikenal dengan Negara hukum liberal atau Negara hukum dalam arti sempit atau “nachtwakerstaat”
? Dikatakan Negara hukum liberal, karena Kant dipegaruhi oleh faham liberal yang menentang kekuasaan absolute raja pada waktu itu.
? Dikatakan Negara hukum dalam arti sempit, karena pemerintah hanya bertugas dan mempertahankan hukum dengan maksud menjamin serta melinungi kaum “Boujuis” (tuan tanah) artinya hanya ditujukan pada kelompok tertentu saja.
? Dikatakan Nechtwakerstaat ( Negara penjaga malam ), karena Negara hanya berfungsi menjamin dan menjaga keamana dalam arti sempit( kaum Borjuis).
Menurut Kant, untuk dapat disebut sebagai Negara hukum harus memiliki dua unsure pokok, yaitu :
~ adanya perlindungan terhadap Hak Azasi Manusia
~ adanya pemisahan kekuasaan
Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata model Negara hukum ini belum memuaskan dan belum dapai mencapai tujuan, kalau hanay dengan 2 unsur tersebut tidaklah cukup. Maka Negara hukum sebagai paham liberal berubah ke faham Negara kemakmuran ( Welvaarstaat atau Social Service State ) yang dipelopori oleh “FJ STAHL”.
Menurut Stahl, seuatu Negara hukum harus memenuhi 4 unsur pokok, yaitu :
~ adanya perlindungan terhadap Hak Azasi Manusia
~ adanya pemisahan kekuasaan
~ pemerintah haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum
~ adanya peradilan administrasi
Pada suatu welvaarstaat tugas pemerintah adalah mengutamakan kepentingan seluruh rakyat. Dalam mencampuri urusan kepentingan rakyat pemerintah harus dibatasi oleh undang-undang. Apabila timbul perselisihan antara pemerintah dengan rakyat akan diselesaikan oleh peradilan administrasi yang berdiri sendiri. Peradilan ini harus memenuhi dua persyaratan yaitu pertama, tidak memihak ke pihak manapun dan yang kedua, petugas-petugas peradilan ini haruslah terdiri dari orang yang ahli dalam bidang-bidang tersebut.
Negara Hukum Anglo Saxon (Rule Of Law)
Negara Anglo Saxon tidak mengenal Negara hukum atau rechtstaat, tetapi mengenal atau menganut apa yang disebut dengan “ The Rule Of The Law” atau pemerintahan oleh hukum atau government of judiciary.
Menurut A.V.Dicey, Negara hukum harus mempunyai 3 unsur pokok :
~ Supremacy Of Law
Dalam suatu Negara hukum, maka kedudukan hukum merupakan posisi tertinggi, kekuasaan harus tunduk pada hukum bukan sebaliknya hukum tunduk pada kekuasaan, bila hukum tunduk pada kekuasaan, maka kekuasaan dapat membatalkan hukum, dengan kata lain hukum dijadikan alat untuk membenarkan kekuasaan. Hukum harus menjadi “tujuan” untuk melindungi kepentingan rakyat.
~ Equality Before The Law
Dalam Negara hukum kedudukan penguasa dengan rakyat dimata hukum adalah sama (sederajat), yang membedakan hanyalah fungsinya, yakni pemerintah berfungsi mengatur dan rakyat yang diatur. Baik yang mengatur maupun yang diatur pedomannya satu, yaitu undang-undang. Bila tidak ada persamaan hukum, maka orang yang mempunyai kekuasaan akan merasa kebal hukum. Pada prinsipnya Equality Before The Law adalah tidak ada tempat bagi backing yang salah, melainkan undang-undang merupakan backine terhadap yang benar.
~ Human Rights
Human rights, maliputi 3 hal pokok, yaitu :
a. the rights to personal freedom ( kemerdekaan pribadi), yaitu hak untuk melakukan sesuatu yang dianggan baik badi dirinya, tanpa merugikan orang lain.
b. The rights to freedom of discussion ( kemerdekaan berdiskusi), yaitu hak untuk mengemukakan pendapat dan mengkritik, dengan ketentuan yang bersangkutan juga harus bersedia mendengarkan orang lain dan bersedia menerima kritikan orang lain.
c. The rights to public meeting ( kemerdekaan mengadakan rapat), kebebasan ini harus dibatasi jangan sampai menimbulkan kekacauan atau memprovokasi.
Paham Dicey ini adalah merupakan kelanjutan dari ajaran John Locke yang berpendapat bahwa :
1. manusia sejak lahir sedah mempunyai hak-hak azasi.
2. tidak seluruh hak-hak aasi diserahkan kepada Negara dalam kontrak social.
Persamaan Negara hukum Eropa Kontinental dengan Negara hukum Anglo saxon adalah keduanya mengakui adanya “Supremasi Hukum”.
Perbedaannya adalah pada Negara Anglo Saxon tidak terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri sehingga siapa saja yang melakukan pelanggaran akan diadili pada peradila yang sama. Sedangkan nagara hukum Eropa Kontinental terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
Selanjutnya, konsep Rule Of Law dikembangkan dari ahli hukum (juris) Asia Tenggara & Asia Pasifik yang berpendapat bahwa suatu Rule Of Law harus mempunyai syarat-syarat :
1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara / prosedur untuk perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
4. Pemilihan umum yang bebas.
5. Kebebasan untuk berserikat / berognanisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan civic / politik.
Ciri-ciri Negara hukum berdasarkan Rule Of Law :
? Pengakuan & perlindungan hak azasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan budaya.
? Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuatan apapun.
? Legalitas dalam segala bentuk.
Negara Hukum Indonesia
Di dalam negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada legalitas. Artinya pemerintah tidak dapat melakukan tindakan pemerintahan tanapa dasar kewenangan.
Unsur-unsur yang berlaku umum bagi setiap negara hukum, yakni sebagai berikut :
• Adanya suatu sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.
• Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan.
• Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara).
• Adanya pembagian kekuasaan dalam negara.
• Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif.
• Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
• Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumberdaya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.

aristoteles dan PLATO menganggap demokrasi buruk

Istilah “demokrasi” saat ini tidak dapat di lepaskan dari wacana politik apapun baik dalam konteks mendukung, setengah mendukung, atau menentang. Mulai skala warung kopi pinggir jalan sampai hotel berbintang lima, demokrasi menjadi objek yang paling sering di bicarakan, paling tidak di negeri ini.
Dengan logika antitesis, lawan kata demokrasi adalah totaliter jika tidak demokratis pasti totaliter. Totaliter sendiri memiliki kesan buruk kejam, bengis, sehingga negara-negara komunis sekalipun tidak ketinggalan memakai istilah demokrasi walaupun diembel-embeli sebagai “ Demokrasi Sosialisme” atau “Demokrasi Kerakyatan”. Dalam kaitannya masalah ini, UNESCO pada tahun 1949 menyatakan:
“… mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi di nyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang di perjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh…
Kedaulatan didefinisikan sebagai “menangani dan menjalankan sesuatu kehendak atau aspirasi tertentu”. Dalam sistem demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat. Hal ini berarti rakyat sebagai sumber aspirasi (hukum) dan berhak menangani serta menjalankan aspirasi tersebut.
Dalam sistem demokrasi, kekuasaan berada ditangan rakyat dan mereka “mengontrak” seorang penguasa untuk mengatur urusan dan kehendak rakyat. Jika penguasa dipandang sudah tidak akomodatif terhadap kehendak rakyat, penguasa dapat dipecat karena penguasa tersebut merupakan “buruh” yang di gaji oleh rakyat untuk mengatur negara. Konsep inilah yang diperkenalkan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755), dikenal dengan sebutan kontrak sosial.
Dalam sistem demokrasi, kebebasan adalah faktor utama untuk mengembalikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengekspresikan apapun bentuknya secara terbuka dan tanpa batasan atau tekanan.

Keprihatinan bangsa terjadi apabila kepemimpinan tidak lagi melindungi kepentingan publik (rakyat), di beberapa negara yang tertulis dalam catatan sejarah mengetengahkan keadaan negara yang lebih mementingkan kehendak pemimpinnya, maka egoisme individual pemimpin itu akan menggusur negara kepada kemiskinan rakyatnya dan kehancuran negaranya. Logika kepemimpinan adalah membawa kehidupan rakyatnya menuju kepada kesejahteraan, bukan sebagai arena menarik sebesar-besarnya kekayaan intelektual, materi, maupun tenaga rakyatnya untuk kesejahteraan pemimpinnya. Gejala penyelewengan pemimpin telah berjalan sejak sebuah kelompok manusia/organisasi terbentuk di bumi ini. Tipikal kepemimpinan kuno yang tingkat peradabannya masih rendah, pemimpin selalu dianggap sebagai dewa, sehingga rakyat diharuskan mengabdi dan memenuhi segala perintahnya, meskipun perintah tersebut menyengsarakan mereka. Dengan kata lain kepemimpinan pada masa peradaban rendah, rakyat merupakan objek bagi peningkatan kesejahteraan pemimpin, sehingga kekayaan alam dan sumberdaya lainnya diperuntukan untuk kesejahteraan pemimpin.
Demokrasi modern tidak memberikan ruang kepemilikan sumber-sumber ekonomi yang berlimpah dan sangat dibutuhkan masyarakat banyak dikuasai oleh negara untuk dikembalikan kepada rakyat sebagai pemilik sumber-sumber ekonomi tersebut (faktor produksi). Demokrasi modern memberikan keleluasaan kepada pihak swasta (individual) untuk menguasai sumber-sumber ekonomi, praktik teori demokrasi ini sebenarnya sedang memperlihatkan bahwa praktik monopoli kepemilikan sumberdaya diperkenankan, dan negara menjadi lembaga legalisasi terhadapnya. “Mungkinkah keadilan dapat dicapai dengan kondisi ini ?”, Bukankah praktik ini sedang mempertontonkan teori kekuatan hewan di hutan, dimana yang kuat boleh menjadi pemimpin ?. Kecerdasan mana yang dapat menerima demokrasi modern dapat dijadikan model kepemimpinan yang mensejahterakan rakyat suatu negara, dan dimanakah letak kekuasaan negara sebagai pelindung rakyatnya, apabila kepemilikan sumber-sumber ekonomi tidak diatur oleh negara, tapi diserahkan sebebas-bebasnya kepada individu ?.
Sehingga mungkin Plato dan Aristoteles bertanya untuk apa ada negara jika yang menjalankan roda perekonomian adalah swasta, sedangkan negara sifatnya hanya sebatas wasit di arena pertandingan sedangkan yang menjadi pemain adalah rakyatnya. Yang kuat dapat menindas yang lemah dan yang berkuasa dapat menggunakan kekuasaannya untuk bertindak sesukanya, hal serupa tidak lebih seperti hukum yang ada di hutan, jadi demokrasi dapat disebut sebagai hukum rimba?
Suara mayoritas selalu menjadi rujukan bagi sistem demokrasi, sehingga rakyat bisa menggantikan kedudukan Tuhan di dunia. Sesuatu tidak lagi diukur dengan benar atau salah tetapi diukur dengan suara mayoritas, sehingga tidak aneh jika demokrasi melahirkan disintergrasi nilai luhur suatu agama, sosial, dan budaya di suatu masyarakat.
Praktik Korupsi, monopoli terhadap sumber-sumber ekonomi, swastanisasi sumber-sumber ekonomi yang merupakan hajat hidup rakyat banyak, gaya kepemimpinan yang selalu ingin diutamakan, serta masih memerlukan upeti, money politic, eksploitasi sumber daya alam yang mengabaikan keseimbangan, dan meningkatnya jumlah kemiskinan akibat rakyat miskin menjadi objek pemilik sumber daya ekonomi, merupakan produk demokrasi modern, sebab demokrasi ini memperkenankan penguasaan individual terhadap sumber daya ekonomi dengan berbagai cara.
Praktik kepemimpinan dengan pendekatan kekuasaan ekonomi, akan melahirkan penindasan, kedzaliman, dan kerakusan. Kepemimpinan model seperti ini akan melahirkan ketakutan bagi para pemimpin yang sedang duduk kehilangan jabatan. Hal ini terjadi karena berindikasi turunnya jabatan akan menurunkan jumlah kekayaan, sehingga upaya mempertahankan kekuasaan dan memperbanyak kekayaan menjadi faktor penentu kelestarian pengaruh yang dimilikinya. Apakah pemimpin yang masih memiliki ketakutan terhadap turunnya jabatan, akan mampu memimpin rakyatnya/bawahannya, dan apakah rakyat/bawahan mau dipimpin oleh seorang penakut seperti itu ?.
Meningkatnya jumlah kemiskinan, kebijakan pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan diluar kesejahteraan rakyatnya, merupakan bentuk kegagalan demokrasi modern, contoh riil yang dihadapi yaitu meningkatnya harga pangan, meningkatnya harga minyak, merupakan bukti kegagalan produk pemikiran demokrasi modern.
Sehingga patutlah Plato dan Aristoteles kebingungan dengan teori ini, yang tidak lagi berstandar kan kesejahteraan rakyat tetapi standar untuk kesejahteraan penguasa dan pemilik modal (kapital). Mungkin jika John Locke dan Montesquieu masih hidup dia akan berpikir seribu kali untuk memperkenalkan sistem demokrasi ini, dan tidak menutup kemungkinan dia akan memperkenalkan sistem Islam yang tidak ada dua dibandingkan dengan demokrasi.
Menerapkan model kepemimpinan Muhammad (Islami) dalam berorganisasi dan bernegara, merupakan pilihan rasional dan ilmiah, sebab kelemahan dari model ini hanya disebutkan oleh orang-orang yang tidak menghendaki kebenaran dan kesejahteraan manusia tegak dimuka bumi ini.
“Ditinjau dari akar kelahirannya, islam jelas beda dengan demokrasi. Sistem Islam tidak lahir dari akal-akalan manusia, tapi merupakan Wahyu dari Allah SWT.